Ass..
Lagi capek gini, pikiran jadi ke mana-mana. Yang inilah, yang itulah.. Bahkan hal-hal sepele pun terpikirkan. Yang a, yang b, sampe yang z. Tapi tetep, orang yg kuharap bisa menetralisir semua gundahku, ternyata tak mampu. Keadaan yang seharusny bisa menjadi lebih baik, justru menjadi yang sebalikny. Hal ini yang terus berulang kali membuat aku berpikir, "Can I live like this forever? Can I?"
Berpikir seperti itu disaat seperti ini, aku jadi merasa menjadi orang paling jahat didunia. "Hello, Sita! Siapa elo? Elo ngerasa diri lo paling bener? Elo ngerasa diri lo suci? Sempurna? Cuih!"
Sampe hingga akhirny, pikiranku ga'lagi mampu memikirkan hal lebih banyak. Mentok. "Each people have someone who can make them feel comfort even if in the worst situation."
Dan, mungkin saya belum menemukanny (lagi).
"Lagi? Memangny kamu pernah menemukan yang seperti itu?" "Pernah."
Tak peduli apa yang aku rasakan, apa yang aku pikirkan, semua jadi terasa membaik. Tak peduli seperti apa keadaanku, ada yang selalu bersedia hadir, menemani disisi. Hingga aku mencapai disuatu titik, dimana rasa ketakutan untuk ditinggalkan tak pernah ada. "Senyaman itu?" "Ya, senyaman itu."
Yang aku pikirkan saat ini salah, aku tau. Tapi, memang seharusny seperti itu kan?
Siapa yang mau menderita seumur hidup? Siapa yang mau seumur hidup selalu dihantui perasaan takut ditinggalkan, saat keadaan buruk menimpa diriny? Setiap orang, ada masany menjadi orang yang paling menyenangkan. Ada juga masa menjadi orang yang paling menyebalkan. Masa saat kita menjadi orang paling menyebalkan, itu yang aku maksud dengan keadaan buruk.
Mungkin terlalu kekanakan berpikir seperti ini. Tapi, terus menerus tersenyum itu melelahkan. Menahan diri, menahan ucapan, menahan tindakan. Seolah semua salah, bahkan salah sekecil debu sekalipun, bisa menjadi bom. Seolah, aku tak pernah diijinkan menjadi diri yang menyebalkan. Seolah, ada separuh diriku, yang tak pernah bisa diterima.
Saat aku menjadi diriku yang menyebalkan, kenapa aku ditinggalkan?
=)=
Tidak ada komentar:
Posting Komentar